Beranda | Artikel
Mendidik Anak Adalah Ladang Kebaikan
Senin, 4 Mei 2020

Bersama Pemateri :
Ustadz Abu Ihsan Al-Atsary

Mendidik Anak Adalah Ladang Kebaikan merupakan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary dalam pembahasan Mencetak Generasi Rabbani. Kajian ini disampaikan pada 10 Jumadal Akhirah 1441 H / 04 Februari 2020 M.

Kajian Islam Ilmiah Tentang Mendidik Anak Adalah Ladang Kebaikan

Ini adalah kabar gembira, yaitu motivasi yang Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan kepada kita dari jerih payah kita mendidik anak. Tentu mendidik anak bukan perkara atau pekerjaan yang ringan, bukan perkara yang sepele, bukan perkara yang mudah. Itu adalah suatu pekerjaan dan tugas yang sangat berat.

Kadangkala datang rasa bosan, kadangkala rasa putus asa pun datang, kita letih, kita capek, penat mengemban dan melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang berat tersebut. Namun sambutlah kabar gembira, ini semacam motivasi yang mendorong kita untuk tetap semangat mendidik anak. Yaitu ini merupakan salah satu ladang kebaikan bagi kedua orang tua. Apapun yang dia tanam, apapun yang dia lakukan berkenaan dengan pendidikan anak-anaknya, maka dia akan mendapatkan kebaikan pada hari kiamat kelak. Bahkan ini merupakan salah satu aset pahala yang mengalir terus-menerus. Setiap kebaikan yang dia tanamkan pada anaknya, maka itu akan menjadi kebaikan yang mengalirkan pahala terus-menerus. Dan juga ini merupakan sebab terangkatnya derajatnya nanti di surga.

Maka dari itu kita perlu motivasi, hiburan, tasliyah, agar kita bisa mengemban tanggung jawab yang berat tersebut. Bergembiralah karena kebaikan yang kita ajarkan kepada anak-anak kita itu akan berbuah pahala. Dan juga ketika kita mati kelak, anak-anak kita yang shalih ini akan mendoakan kita. Dan semua itu akan mendatangkan kebaikan bagi kita meskipun kita sudah terkubur di dalam tanah. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ : إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

“Apabila mati seorang insan, maka terputuslah darinya seluruh amalnya kecuali dari tiga perkara; sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shalih yang mendoakan.” (HR. Muslim)

Tiga perkara yang terus mendatangkan perkara dan tidak terputus dengan kematiannya adalah:

1. Sedekah jariyah

Yaitu harta yang dia sedekahkan yang manfaatnya dapat dirasakan dan terus dirasakan oleh manusia. Seperti seorang yang membangun rumah ibadah atau sarana-sarana umum untuk kepentingan kaum muslimin, sumur yang dia gali, mushaf yang dia bagi, buku-buku yang dia sedekahkan, semua sedekah yang manfaatnya itu dapat dirasakan terus-menerus oleh manusia, maka dia akan mendapatkan pahalanya. Selama benda tersebut bermanfaat dan dimanfaatkan oleh kaum muslimin, oleh manusia.

Lihat juga: Pemasangan Tiang Pancang Masjid Jami’ Al-Barkah

2. Ilmu yang bermanfaat

Yaitu ilmu yan disebarkannya, ilmu yang diajarkannya kepada manusia, sebagaimana Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan:

خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ

“Sebaik-baik kamu adalah yang belajar Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari)

Jadi semua ilmu yang bermanfaat dan diajarkan kepada manusia dan manusia mendapatkan manfaat dari ilmu tersebut, ini akan mendatangkan pahala. Dan ini berlaku umum, baik itu ilmu-ilmu dunia apalagi ilmu agama. Tentunya masuk dalam kategori ilmu yang ada manfaatnya bagi kaum muslimin. Maka ilmu yang diajarkan itu akan menjadikan pahala bagi kita walaupun kita sudah mati.

3. Anak shalih yang senantiasa mendoakannya

Ini akan terus mendatangkan pahala baginya. Kebaikan-kebaikan yang dilakukan oleh anak-anaknya, apalagi itu dialamatkan untuk dirinya, seperti mungkin masjid yang dia bangun, atau sekolah yang dia bangun yang mana dia atas namakan orang tuanya, sedekah yang dia keluarkan atas nama orang tuanya, dan doa-doanya, ini bermanfaat bagi orang tuanya setelah orang tuanya meninggal dunia.

Dan ini merupakan salah satu bentuk kebaktian seorang anak kepada orang tua. Anak yang berbakti kepada orang tua bukan hanya ketika orang tua itu masih hidup, bahkan setelah orang tua meninggal dunia seorang anak bisa berbakti kepada orang tuanya. Salah satunya adalah senantiasa mendoakannya dan berbuat kebaikan untuk orang tuanya. Seperti dia bersedekah, dia berwakaf yang mana dialamatkan itu kepada orang tuanya, maka insyaAllah ini akan sampai kepada orang tuanya.

Lihat juga: Birrul Walidain dan Menyambung Silaturahim

Jadi doa anak yang shalih untuk orang tuanya, ini salah satu dari tiga perkara yang mendatangkan kebaikan yang tidak akan terputus pahala amalnya walaupun dia sudah mati. Maka sambutlah kabar gembira berupa ampunan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan balasan dari apa yang kita telah lakukan dengan susah payah itu, yaitu mendidik anak.

Seperti yang kita sebutkan memang mendidik anak tidaklah semudah yang dibicarakan dan semudah membalikkan telapak tangan. Teori jauh berbeda dengan praktek. Apa yang kita hadapi di lapangan kadang-kadang jauh berbeda dengan apa yang tertulis di buku dan apa yang kita dengar di majelis-majelis ilmu. Itulah dia pendidikan anak. Itu merupakan hidup seseorang setelah dia mendapatkan amanah dari Allah, maka tidak ada kesibukan yang paling menyibukkannya selain mengurus anak yang terus dipikirkannya siang dan malam. Makanya seorang berkata: “Aku banting tulang, peras keringat pergi pagi pulang malam itu demi anak, untuk membahagiakan anak.”

Itulah pengorbanan orang tua untuk anak-anak mereka. Dan hendaknya mereka sempurnakan itu dengan bersabar dan tetap terus melaksanakan tugas yang berat tersebut sehingga ia akan memetik hasilnya nanti setelah dia mati. Yaitu ketika anak ini tumbuh menjadi anak yang shalih, tumbuh menjadi anak yang berguna bagi Islam dan kaum muslimin, maka di situlah dia akan memetik hasilnya, ketika dia tidak lagi memikirkan anaknya karena dia sudah mati, berada di bawah bumi. Selama dia masih di atas berjalan di muka bumi, yang namanya orang tua tetap memikirkan anak walaupun anaknya sudah menikah dan punya anak. Yang namanya anak tetap anak, tetap dipikirakan.

Maka kalau ada anak yang membebani orang tuanya walaupun orang tuanya itu sudah renta, ini satu hal yang tidak baik dan tidak patut. Hendaknya seorang anak mengerti, ketika orang tua sudah tua renta, bukan saatnya kita membebani lagi mereka dengan cerita-cerita kita ataupun keluhan-keluhan kita. Karena orang tua bagaimanapun dikeluhkan oleh anaknya, pasti dia memikirkannya. Sementara dia sudah tua renta. Kadang-kadang banyak penyakit itu karena pikiran. Orang tua ini terus memikirkan anaknya sampai dia tua renta. Oleh karena itu kalau kita ingin menjadi anak yang shalih, salah satu cara membahagiakan orang tua di usia mereka yang lanjut, salah satu caranya adalah dengan tidak menceritakan masalah-masalah yang dihadapi baik itu berkaitan dengan rumah tangganya ataupun yang lain kepada orang tuanya yang sudah renta. Hendaknya dia bisa menghibur mereka dengan perkara-perkara yang membahagiakan, menyenangkan, menggembirakan mereka.

Kita kadang-kadang perlu menyembunyikan kesedihan kita di depan orang tua. Karena orang tua pada kondisi seperti itu dia tidak mampu lagi berbuat apa-apa, yang dia bisa lakukan hanyalah memikirkan anaknya dan dia terasa berat. Maka dari itu hendaknya kalau kita ingin jadi anak yang berbakti, segala masalah yang kita hadapi jangan dicurhatin kepada orang tua. Apalagi orang tua itu sudah tua renta. Karena orang tua bagaimanapun ceritanya tetap memikirkan anak. Itulah orang tua. Sampai dia mati, barulah dia beristirahat dari tugas itu. Tinggal dia memetik hasil kalau dia memang menuai benihnya. Yaitu dia mendapatkan kebaikan dari keshalihan anaknya sepeninggal dirinya. Dan itu yang kita harapkan. Dimana kita tidak lagi berada di muka bumi ini, tapi anak-anak kita terus mengingat kita sebagaimana kita di dunia terus memikirkan mereka.

Kita berharap setelah kita mati dan tidak di dunia lagi, mereka senantiasa memikirkan kita dengan mendoakan kita, mintakan ampunan untuk kedua orang tuanya. Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لَيَرْفَعُ الدَّرَجَةَ لِلْعَبْدِ الصَّالِحِ فِي الْجَنَّةِ فَيَقُولُ : يَا رَبِّ أَنَّى لِي هَذِهِ ؟ فَيَقُولُ : بِاسْتِغْفَارِ وَلَدِكَ لَكَ

“Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla mengangkat derajat seseorang hamba yang shalih di dalam surga.” Lalu dia bertanya: “Yaa Rabbku, dari mana semua ini aku dapatkan?/Kenapa aku naik tingkatan di dalam surga?/Apa yang menyebabkan aku naik tingkatan di dalam surga ini?” Maka Allah berkata: “Yaitu melalui istighfar anakmu untuk dirimu.” (HR. Ahmad)

Hadits ini menunjukkan bahwa surga itu ada tingkatannya. Dan seseorang itu bisa diangkat derajatnya di surga. Seperti hamba yang shalih ini. Dia adalah seorang ahli surga, namun diangkat derajatnya di dalam surga ke derajat yang lebih tinggi.

“Melalui istighfar anakmu untuk dirimu.” Yaitu anakmu di dunia memohonkan ampunan untuk dirimu. Karena itulah Kami angkat derajatmu di dalam surga. Jadi, doa seorang anak itu bermanfaat bagi kedua orang tuanya, istighfarnya, permohonan ampunan untuk kedua orang tuanya sampai kepada orang tuanya dan bahkan bisa menyelamatkan mereka, bisa mengangkat derajat mereka di surga. Maka salah satu bukti anak yang shalih adalah dia tetap mendoakan kedua orang tuanya. Apalagi kedua orang tuanya sudah meninggal dunia.

Download dan simak penjelasan lengkapnya pada menit ke-13:56

Lihat juga: Cara Mendidik Anak dan Pentingnya Mencetak Generasi Rabbani

Kajian Islam Tentang Mendidik Anak Adalah Ladang Kebaikan


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/48404-mendidik-anak-adalah-ladang-kebaikan/